Hampa di Usia Senja

Admin
By Admin
6 Min Read

Kembali seperti anak kecil, itulah ungkapan yang disematkan untuk para manula penderita Alzheimer. Limpahan kasih sayang dan perhatian dari keluarga sangat diperlukan oleh penderita alzheimer.

[dropcap]H[/dropcap]ingga sekarang, istilah Alzheimer masih terdengar asing dan aneh. Padahal, tanpa disadari, Alzheimer sudah hinggap di tengah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat mengenal Alzheimer dengan istilah yang berbeda, yaitu kepikunan. Namun seringkali kepikunan pada orang lanjut usia dianggap wajar, padahal seharusnya penyakit ini segera ditangani oleh para ahlinya. Alzheimer banyak dialami oleh orang lanjut usia, terutama usia 65 tahun ke atas.

Penyakit ini tidak mengenal status. Muhammad Tohir Achmad bin H Achmad Raksawiguna (86 th), ayah dari Menko Perekonomian Hatta Rajasa, yang meninggal Februari lalu, ternyata mengidap alzheimer selama kurang lebih dua tahun. Menurut keluarga, selama sakit, ayah Hatta Rajasa hanya dirawat di rumah. Dalam beberapa tahun terakhir, komunikasi susah dan kesehatannya pun melemah.

Menurut ilmu kedokteran, penyakit alzheimer termasuk penyakit neurodegeneratif atau penurunan fungsi saraf otak. Daya ingat penderita sangat merosot hingga tak mampu mengurus dirinya sendiri. Untuk menjalankan aktivitas harian seperti makan, mandi, dan buang air perlu bantuan orang lain. Hal itu juga dialami Suyatmi (65 tahun), nenek tiga cucu yang kini harus dititipkan di rumah jompo oleh keluarganya.

“Bukannya tidak mau mengurus ibu, tapi saya sangat kesulitan karena penyakit ibu bertambah parah dua tahun terakhir ini,” kata Anisa, anak Suyatmi. “Sebenarnya, ibu sudah lama mengalami pikun. Awalnya hanya lupa nama cucu-cucunya, lupa menaruh barang, lupa makan atau bercerita berulang-ulang. Seiring berjalannya waktu, ibu kadang tiba-tiba marah bahkan nangis sendiri. Emosinya naik turun,” kenang Anisa.

Gejala yang dialami Suyatmi adalah hal yang sering dialami para manula. Usia di atas 65 tahun merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Walaupun tidak tertutup kemungkinan, demensia dapat dialami oleh orang muda. Faktor keturunan adalah penyebabnya.

Faktor risiko lain untuk penyakit Alzheimer adalah gen yang membuat salah satu bentuk protein yang disebut apolipoprotein E, atau apoE. Setiap orang memiliki apoE, yang membantu membawa kolesterol dalam darah. Hanya sekitar 15 persen dari orang-orang memiliki bentuk yang meningkatkan risiko Alzheimer.

Peneliti masih mempelajari lebih banyak tentang penyebab dan faktor risiko. Selain genetika dan apoE, diteliti pula riwayat pendidikan, diet, lingkungan, dan perubahan molekul di otak untuk mempelajari apa dan bagaimana perkembangan penyakit ini.

Para ahli juga menemukan bahwa beberapa faktor risiko untuk penyakit jantung dan stroke seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan rendahnya asam folat juga dapat meningkatkan risiko Alzheimer.

Berdasarkan waktu terjadinya, alzheimer dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok early onset, istilah ini digunakan bagi penderita yang usianya kurang dari 58 tahun. Dan late onset, bila terjadi pada usia lebih dari 58 tahun.

Dokter spesialis kesehatan jiwa yang mendalami geriatri dari Departemen Psikiatri, FKUI, Martina Wiwie S Nasrun, mengatakan, proses dari tahap awal hingga akhir berlangsung 10-15 tahun. Pada tahap sedang, pasien kesulitan menjalankan kegiatan sehari-hari dan membutuhkan bantuan dalam makan, mandi, dan buang air. Pada tahap lanjut, penderita mengalami ketergantungan total.

Martina menganjurkan pada keluarga yang memiliki orang tua dengan perubahan perilaku dan emosi yang berubah seiring dengan proses penuaan, untuk berkonsultasi dengan dokter. Pengetahuan yang benar tentang gejala alzheimer dapat membantu keluarga dalam beradaptasi dan sabar dalam menghadapi penderita.

Penderita alzheimer tak hanya mengalami gangguan berpikir dan mengingat saja. Perubahan suasana hati, perilaku, kemampuan berkomunikasi, kemampuan motorik dan sensorik juga dialami. Tidak memperhatikan kebersihan dan perawatan tubuh, menarik diri, delusi, paranoia, dan bersifat kekanak-kanakan. Tak jarang penderita dianggap mengalami gangguan jiwa sehingga mereka dikucilkan.

Limpahan kasih sayang dan perhatian dari keluarga sangat diperlukan oleh penderita alzheimer. Butuh kesabaran ekstra, bahkan lebih dibandingkan mengurus bayi. Di samping, fisik manula yang rentan terkena penyakit, psikis atau kejiwaannya pun rapuh.

Pembentukan plak amiloid di otak diduga sebagai penyebab terjadinya kerusakan sel otak pada penderita alzheimer. Sejauh ini, belum ada terapi untuk menyembuhkan alzheimer. Obat-obatan yang diberikan hanya berguna untuk memperlambat perburukan demensia. Obat golongan asetilkolin esterase inhibitor (donepezil, rivastigmin, dan galantamin) dapat mempertahankan jumlah asetilkolin untuk membawa pesan antarsel saraf.

Obat lain, golongan N-methyl-D-aspartate (memantine), memperbaiki sinyal listrik pada dinding sel saraf untuk menyampaikan pesan memori dan penguatan memori. Obat golongan antidepresi dan antipsikotik diperlukan untuk meredakan gejala psikologis dan demensia.

Para ahli terus meneliti obat yang mampu menghentikan pembentukan plak amiloid di otak. Salah satu yang diteliti adalah vaksin untuk mencegah terbentuknya plak sehingga proses penyakit terhenti dan terjadi perbaikan.

Di sisi lain, penelitian menyimpulkan bahwa kegiatan fisik, mental, dan aktivitas sosial dapat melindungi orang dari penyakit Alzheimer. Menjaga otak terus aktif diketahui mengurangi risiko alzheimer. Misalnya dengan mendengarkan radio, membaca koran, mengisi teka-teki silang, berolahraga, dan menjalankan diet sehat. DGR

Share This Article
Leave a Comment